Aku Anak Siapa?
Aku Bun. Barangkali memang itu namaku, tak tahu apa kepanjangannya. Ibuk biasa memanggilku begitu. Orang bilang karena aku gendut, jadi dipanggillah begitu. Ibuk. Dialah permataku. Satu-satunya temanku. Pendongeng terbaik sepanjang hidupku. Bukan—kerja ibuk bukan pendongeng. Sehari-harinya ia bekerja. Tak tahu kerja apa. Orang-orang bilang ibuk ‘hancur’. Nama profesinya pun mirip-mirip kata ‘hancur’. Tapi tak apa. Bagiku, ibuk lah satu-satunya pahlawanku. Suatu kali, ia bercerita tentang ayah-kakekku. Katanya, beliau itu tentara Belanda. Badannya tegap, gagah. Garis wajahnya tegas, bak dipahat pematung kenamaan. Hidungnya mancung. Tatapan matanya tajam, warna sejernih lautan. Ah, pasti tampan sekali. Berbeda dengan lelaki pribumi, katanya. Pakaiannya pun rapih dan seragam. Tak lusuh, apalagi rombeng. “Beliau pastilah orang hebat.” Pikirku. Meski akupun tak pernah melihatnya. Bahkan tak tahu Belanda