Resensi Buku: Kambing dan Hujan, Mahfud Ikhwan


KAMBING DAN HUJAN


Judul                : Kambing dan Hujan
Penulis             : Mahfud Ikhwan
Penerbit           : Bentang (PT Bentang Pustaka)
Tahun  terbit    : Edisi kedua, Cetakan pertama, April 2018
Tebal buku       : viii + 380 hlm.
Harga               : Rp79.000,00

…seperti kambing dan hujan—sesuatu yang hampir mustahil dipertemukan.

SINOPSIS

Miftahul Abrar tumbuh dalam tradisi Islam modern. Latar belakang itu tidak membuatnya ragu mencintai Nurul Fauzia, yang merupakan anak seorang tokoh Islam tradisional. Namun, seagama tidak membuat hubungan mereka baik-baik saja. Perbedaan cara beribadah dan waktu hari raya serupa jembatan putus yang memisahkan keduanya, termasuk rencana pernikahan mereka.
Hubungan antara Mif dan Fauzia menjelma tegangan antara hasrat dan norma agama. Ketika cinta harus diperjuangkan melintasi jarak kultural yang rasanya hampir mustahil mereka lalui, Mif dan Fauzia justru menemukan rahasia yang selama ini dikubur oleh ribuan prasangka. Rahasia itu akhirnya membawa mereka pada dua pilihan: percaya akan kekuatan cinta atau menyerah pada perbedaan yang memisahkan mereka.
--
Setelah membaca sinopsis di atas, saya memantapkan hati untuk membeli buku karya Mahfud Ikhwan ini. Buku ini mengangkat sebuah tema yang menarik dan berbeda, unik. Mahfud Ikhwan mengisahkan dua manusia seagama, yang jatuh cinta satu sama lainnya, namun memiliki perbedaan cara pandang agama dari segi fikih.
Fauzia termasuk ke dalam kelompok yang melakukan qunut saat shalat Subuh, sedangkan Mif tidak. Mif termasuk ke dalam kelompok yang menghitung jatuhnya 1 Ramadan dengan hisab, bukan rukyat.
Kelumit kisah cinta Mif dan Fauzia tidak berhenti sampai situ saja. Ada rahasia-rahasia; konflik batin yang melibatkan perasaan yang campur aduk; antara rasa bersalah dan perasaan kecewa, di antara dua tokoh besar dari dua masjid yang berbeda.
Ini bukan hanya tentang Mif dan Fauzia, namun juga melibatkan Is dan Mat, dan masa lalu mereka.
Buku ini membawa saya pada masa lalu sebuah desa, dan dua sahabat, yang kelak masing-masingnya akan menjadi pemimpin bagi dua masjid yang berbeda. Alurnya membiarkan saya terlarut dalam kisah Mat yang menimba ilmu di pondoknya, juga kisah Is yang berjuang menegakkan pembaruan Islam di desa Centong. Ini memberikan gambaran pada saya bagaimana perjuangan dakwah sekelompok pemuda di desa kecil.
Buku ini mengangkat tema yang tak biasa juga menarik untuk dibaca. Don’t judge a book by its cover, katanya, namun bagaimana pun, sampullah yang pertama kali terlihat. Maka saya katakan, sampul buku ini menarik dan sederhana.
Cara Mahfud Ikhwan berkisah memiliki daya tarik sendiri, terkhusus bagi diri saya sendiri yang menyenangi gaya bercerita seperti beliau. Namun, secara umum, gaya bahasa ini cenderung membingungkan dan “berat” untuk sebagian pembaca. Alur ceritanya pun cukup rumit ketika bolak-balik bercerita dari dua sudut pandang berbeda, antara Is dan Mat.
            Saya sangat merekomendasikan buku ini untuk anda yang mungkin tertarik dengan tema yang diangkat penulis, ataupun anda yang suka menikmati prosa sastra yang benar-benar sastra.
            Simpulannya, dari saya pribadi, 10 out of 10 for Mahfud Ikhwan. Saya gak akan kapok beli buku beliau lagi!

Omong-omong, ini resensi buku pertama ala saya. Terimakasih sudah menyempatkan waktunya untuk membaca resensi ngaco ini :)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

[Rindu;Sendu]

Permulaan